Setiap orang adalah guru. Setiap waktu adalah belajar. Setiap tempat adalah Sekolah
Belajar adalah proses berubah secara konstan yang di dalamnya melahirkan perbaikan yang berkesinambungan, baik secara berpikir, mentalitas maupun prilaku. Belajar adalah kata lain dari ketekunan atau kesungguhan yang mengandung dua kekuatan besar yaitu istimrori (kontinuitas dalam kualitas) serta taddaruj (bertahap).
Setiap pembelajaran yang kita lakukan, bisa mempertahankan kualitas, kuantitas dan kontinuitas suatu perbuatan. Ketiga hal ini harus dirangkum dalam satu kata yaitu kebiasaan/habit. Ia adalah titik temu dari pengetahuan/knowledge (apa dan mengapa), keterampilan/skill (bagaimana), dan keinginan/desire (kemauan). Berarti dengan belajar kita bisa memperbaiki sesuatu, dan suatu perbaikan menimbulkan suatu perubahan.
Harus diingat, bahwa kata perbaikan/belajar itu definisi lainnya adalah membiarkan daerah nyaman (santai/bersenang-senang) kita terganggu. Dengan kata lain kita harus mulai menghapus, minimal mengurangi kebiasaan-kebiasaan negatif kita. Sehingga untuk melakukan perbaikan, tidaklah mudah, karena di dalamnya ada rasa ‘sakit’. Dan rasa sakit itulah yang bisa mendewasakan kita dalam bertindak. Ia adalah jantung dinamika dari suatu perubahan.
Salah satu pujangga barat pun menyebutkan Take time to think; ambil waktu untuk berpikir karena itu sumber dari kekuatan; Take time to read; ambil waktu untuk membaca karena itu dasar dari kebijaksanaan. Kebijaksanaan ini menyiratkan keharusan pengaturan waktu dalam melakukan aktivitas. Sehingga manusia, untuk pemenuhan inti kecerdasannya, haruslah memiliki suatu sistem pengaturan terhadap waktu.
Peluang terdapat pada suatu selang waktu. Selang waktu ini bersifat subjektif. Einstein dalam teori relativitas waktunya, menyebutkan bahwa waktu itu meluas dan menyempit tergantung bagaimana cara kita memanfaatkannya. Waktu terasa berjalan lambat bila kita santai dan bagaikan terbang jika kita sibuk. Pengaturan waktu adalah inti dari penyelesaian masalah-masalah hidup lewat peluang-peluang yang tercipta di dalamnya. Tujuannya memberi pelajaran bahwa waktu bersifat netral, nilainya ditentukan oleh bagaimana kita mengisinya.
Waktu itu menuntut aktivitas hati, lisan, dan perbuatan. Kita harus bisa membedakan kapan saatnya kita bisa berpikir sebagaimana adanya berdasarkan kenyataan dan kapan berpikir sebagaimana seharusnya berdasarkan nilai tertentu. Karena manajemen sebaik apapun takkan berguna jika kita tidak berada di jalur yang benar. Kita harus bisa menentukan akhir dari suatu perbuatan kita, bukan hanya dengan baik tapi juga tepat sasaran. Semua hal tersebut tentunya tidak bisa dilakukan tanpa ada ilmu dan ilmu didapatkan lewat suatu pembelajaran.
Dengan atau tanpa kita, waktu akan terus bergulir. Waktu tak menunggu apa pun dan siapa pun. Setiap detik adalah harga yang terlalu mahal untuk dibiarkan begitu saja tanpa perbuatan tertentu. Satu hal pasti, kita yakin, selama ada waktu, segalanya masih mungkin terjadi. Dan yang menakjubkan, jangan pernah lupa, bahwa dalam hidup, tak pernah ada kata terlambat. Burulah waktu dengan keyakinan untuk melaksanakan hidup yang lebih baik, lebih berarti, setiap saat, dengan segala perubahannya.
Dan, sesungguhnya seorang manusia tidak akan memperoleh selain apa yang diusahakannya. Dan, sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan kepadanya, kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna (QS An-Najm [53]: 39-41).
Sumber Pustaka:
Easy Going No Way; Berpetualang ke Zona Pembelajar; The Winner or The Looser, Izzatul Jannah
Life Goes On, Hikmat Darmawan
Tafsir Al Qur’an Kontemporer, Aam Amiruddin
Tarbawi, edisi 74/2003, 81/2004, 28/2002, 108/2005
The 7 Habits of Highly Effectively People, Stephen R. Covey
Waktu dalam Kehidupan Manusia,Yusuf Qardhawi
By Alif
Comments